Arsip Kategori: Sejarah Budaya

Mengargai Keunikan Daerah di Galeri Indonesia Kaya

Indonesia memiliki banyak adat,suku,bahasa yang unik dan tentunya harus kita jaga yaitu dengan cara melestarikan dan merawatnya, banyak dari kita sebagai anak muda jaman sekarang yang peduli tentang karya-karya daerah sangat sedikit di tambah hobi anak sekarang yang lebih suka menonton konser musik atau sekedar nongkrong, melepas penat dengan teman-teman  di bandingkan acara-acara daerah seperti pangelaran wayang, tari daerah dll.

Kali ini team JakartaYuk mampir ke salah satu Galeri Indonesia Kaya yang terletak di dalam Mall Grand Indonesia. Posisi yang strategis di kemas dengan konsep modern namun sangat terasa kekentalan adat daerah pada saat memasuki Galeri Indonesia Kaya ini, galeri ini terletak di lantai 8 Mall Grand Indonesia.

Di dalam galeri ini kita bisa melihat ada banyak foto pasangan berpakaian adat dari berbagai daerah yang disediakan dalam bentuk video, sambil mengucapkan salam dengan bahasa dari daerah mereka masing-masing, lucu kan belum lagi ada jajaran wayang dengan warna yang berubah-ubah jadi kelihatan lebih artistic, di dalam galeri ini juga kalian bisa mencari tau tentang lagu daerah, penjelasan tanaman dan binatang, peta daerah dengan cara yang sangat modern menggunakan tv dengan layar touch screen yang atau biasa kita sebut TV pintar. Kalian juga bisa bermain games dan dalam permainan tersebut kita diharuskan untuk mencari daerah-daerah yang tersebar di Indonesia. Dengan adanya fasilitas permainan tersebut membuat pengunjung tidak merasa bosan.

Di galeri ini juga ada video dari liputan-liputan orang daerah, dan terdapat banyak sekali karya foto yang di pamerkan di sudut ruangan ini. Baju-baju adat dari berbagai daerah, dan juga jajaran yang tertata rapi, batik tulis karya daerah yang sangat cantik, dan yang paling menarik perhatian dari para pengunjung adalah ada satu tv besar yang menampilkan diri kita langsung pada saat berdiri di depannya dan jika kita mengikuti petunjuk nanti akan muncul pakean adat yang cocok untuk kita, wah patut dicoba bukan?

1418979316828

  1418979320607  1418979286817

1418979288669

1418979290726

1418979292478

1418979313432

1418979323622

1418979325775

1418979327751

1418979330132

1418979332334

1418979335755

1418979345859

See you di post berikutnya, Enjoy Jakarta!

Catatan:

Transportasi

-Koridor 1 (Blok M – Kota)- Halte Blok M

-Halte Semanggi ke Halte Bendungan Hilir, apabila dari koridor 9 (Pluit – Pinang Ranti)

Toko Merah dan Jembatan Kota Intan, Duo Yang Terlupakan Dari Kota Tua

Hanya terpisah oleh sebuah sungai dengan Taman Fatahillah, Toko Merah dan Jembatan Kota Intan yang juga termasuk dalam daftar wisata kawasan Kota Tua sepertinya hanyut terbawa arus Kali Besar, tenggelam begitu saja. Meski memiliki kesan “lama” dan “antik” yang sama identiknya, kedua spot ini tidak seberuntung tempat-tempat wisata Kota Tua yang lain. Terbukti dengan sepinya pengunjung. Bahkan keberadaannya bisa dibilang terasingkan, tidak banyak yang tahu.

IMG_0524

Redup pesona kedua tempat yang berada di satu jalan yang sama ini, yaitu Jalan Kali Besar, justru menarik sehingga tim JakartaYuk mencoba mengeksplor masing-masingnya, dimulai dari Toko Merah, yang terletak berseberangan dengan Halte Bus TransJakarta Kali Besar Barat.

DSC_1008

Toko Merah dengan dinding depan berwarna merah terlihat sangat mencolok diantara gedung-gedung tua yang mengapitnya sehingga sebenarnya mudah dikenali bahkan dari jarak jauh sekalipun. Tulisan “Toko Merah” yang cukup besar jelas terpampang didepan, memperkuat identitasnya.

DSC_0944

DSC_1007

Namun, suasana sepi lengang jalan sekitarnya dan karena tidak tampak aktivitas pengunjung di gedung itu sendiri membuat banyak orang ragu untuk berkunjung. Satu-satunya yang mengkonfirmasi gedung bernomor 11 ini sebagai tempat wisata hanyalah tulisan kecil di bagian bawah depan gedung dekat pintu masuk, sebuah keterangan status cagar budaya.

DSC_1002

DSC_1003

Status cagar budaya itupun belum cukup meyakinkan. Akhirnya tim JakartaYuk bertanya pada seorang bapak yang kebetulan keluar dari Toko Merah.

“Maaf pak, kalau boleh kami tahu, apakah gedung ini tempat wisata yang terbuka untuk umum?”

Bapak tersebut menjawab dengan sumringah,

“Oh, iya, benar sekali! Silakan, silakan masuk saja langsung ke meja depan itu, ya.”

Pintu masuk dari luar mengarahkan pengunjung ke ruang depan yang cukup luas. Terdapat  sebuah meja besar sebagai loket pembelian tiket.

DSC_1000

Setelah membayar tiket masuk sebesar Rp10.000,-, petugas memberi brosur yang berisi informasi seputar Toko Merah, lalu mengantar ke pintu masuk yang sebenarnya, menemani berkeliling. Ukuran bangunan Toko Merah yang ternyata sangat luas dengan banyak sekali ruangan serta pintu-pintu yang mirip satu sama lainnya dapat membingungkan sehingga memerlukan pemandu.

DSC_0997

Pertama kali mengamati bangunan ini, kesan yang muncul adalah tentang pecinaan Indonesia. Ukiran di pintu masuk, lampu-lampu lentera yang bergantungan di langit-langit ruangan utama, semuanya berwarna merah dan kuning serta terdapat simbol-simbol khas Tionghoa. Namun ternyata, berdasarkan penjelasan pemandu, gedung ini pertama kali dibangun pada tahun 1730 justru oleh seorang Belanda, Gustaaf Willem Baron van Imhoff yang menjabat sebagai gubernur Batavia, untuk rumah tinggal.

DSC_0965

Fakta lain yang cukup menarik dari Toko Merah bahwa keseluruhan bangunan ini sebenarnya merupakan dua rumah kembar yang beratap satu, sehingga memiliki dua pintu masuk serta sekat tebal tepat ditengah-tengahnya. Lagipula, dengan luas 2.455 m2 dan jumlah ruangan mencapai kurang lebih 25 buah tersebar di tiga lantai, gedung ini agak berlebihan apabila disebut sebuah rumah.

DSC_0993

DSC_0986

Sejarah Toko Merah dari waktu ke waktu pun seperti piala bergilir, cukup sering beralih fungsi dan berpindah kepemilikan hingga akhirnya menjadi bangunan kosong berstatus cagar budaya. Bangunan ini pernah menjadi kampus dan asrama Academie de Marine (Akademi Angkatan Laut), hotel para pejabat, toko dagang, kantor Borneo Compagnie, kantor Behn Meiwe & Co, Bank Voor Indie, Gedung Dinas Kesehatan Tentara Jepang, serta beberapa kali dikelola oleh perusahaan-perusahaan seperti P.T Yudha Bakti. Perjalanan panjang dan melelahkan yang telah dilalui oleh Toko Merah tidak menjadikannya lapuk dan rusak, melainkan tetap kokoh hingga saat ini, bahkan pernah menjadi rumah termewah yang berlokasi di dalam kota pada abad ke 18.

DSC_0979

Kemewahan Toko Merah kini hanya bisa dinikmati pada arsitektur bangunan dan ketahanan akan usia, karena kondisinya sendiri hampir kosong total. Hanya ruang utama di lantai dasar yang diisi perabot berupa beberapa kursi dan meja kayu, lampu-lampu serta lukisan.

DSC_0992

DSC_0964

DSC_0973

Nasibnya pun kini berubah menjadi tempat wisata yang sepi pengunjung lalu disewakan untuk berbagai acara, yaitu sering dipakai untuk tempat resepsi pernikahan, tempat pemotretan dan lokasi shooting film, serta pertemuan atau rapat. Untuk tujuan wisata, Toko Merah dapat dikunjungi dari pukul 09.00 hingga pukul 16.30 WIB.

DSC_0960   DSC_0962

DSC_0961

DSC_0950

Dari Toko Merah, cukup berjalan lurus sambil melirik ke kanan arah Kali Besar, maka akan ditemui Jembatan Kota Intan yang sangat unik dan mudah dikenali.

Berbeda dengan Toko Merah yang agak “tertutup”, Jembatan Kota Intan yang dipagari dengan pagar besi berpintu tampak seperti taman karena terdapat beberapa pohon peneduh dan bangku-bangku panjang. Jembatan Kota Intan tidak lagi berfungsi sebagai tempat penyeberangan lalu lintas.

DSC_0002

DSC_0001

Informasi tentang jembatan sepanjang 30 meter dengan lebar 4,43 meter ini dapat ditemui di papan informasi yang berada di kiri dan kanan jembatan. Jembatan peninggalan Belanda yang dibangun sekitar tahun 1628 ini awalnya bernama Engelse Brug (Jembatan Inggris), pernah pula menggunakan nama salah satu ratu Belanda menjadi Jembatan Phalsbrug Juliana serta juga dikenal dengan nama Jembatan Pasar Ayam. Saat masih berfungsi, jembatan ini adalah satu-satunya jembatan “angkat”, yaitu yang bisa ditarik ke atas ketika ada kapal yang berlayar dibawahnya.

DSC_0003

Sayangnya, kondisi sungai Kali Besar yang mengalir dibawah jembatan ini sangat keruh dan kotor, sama sekali bukan pemandangan yang bagus. Oleh karena itu, waktu berkunjung terbaik ke tempat ini adalah saat malam, ketika keruhnya sungai sudah tidak terlihat, diganti pesona sorotan cahaya yang berasal dari penerangan jembatan, sangat mengagumkan.

5856843870_e79b7bf48c_z

Akses masuk yang mudah dan tanpa biaya apapun, membuat tempat ini cukup menjadi favorit warga sekitar untuk bersantai di siang atau sore hari, sambil menikmati pemandangan jembatan. Namun Jembatan Kota Intan sepertinya sudah cukup puas dengan menjadi semacam “taman kota” yang hanya digunakan oleh penduduk sekitarnya.

DSC_0019

Itulah duo yang terlupakan dari Kota Tua. Walaupun pesonanya redup, namun selamanya akan tetap bercerita kisah-kisah tua yang abadi. JakartaYuk mengajak para pembaca sekalian untuk mengunjungi tempat-tempat yang “terlupakan” seperti ini dan turut memberitakannya ke orang-orang terdekat. Kenal maka sayang, sayang maka jaga. Jaga bersama maka lebih lama ada! 😉

DSC_1010

Catatan;

Transportasi—————————
Koridor 12 (Pluit – Tj. Priok) – Halte Kali Besar Barat
Transit:
– Halte Penjaringan, apabila dari arah koridor 9 (Pluit – Pinang Ranti)
– Halte Kota, apabila dari arah koridor 1 (Blok M – Kota)
– Halte Jembatan Merah, apabila dari arah koridor 5 (Ancol – Kampung Melayu)
– Halte Sunter Kelapa Gading, apabila dari arah koridor 10 (Tj. Priok – PGC)

Kilas Balik Perjalanan Indonesia di Jl. Antara No.56

Melangkah semakin jauh dari titik awal ia berdiri, untuk bisa tetap tegak, bangsa ini harus lebih mampu menolak lupa terhadap peristiwa-peristiwa penting enam puluh sembilan tahun silam. Terutama ditengah arus globalisasi yang menjadi tren abad ke-21, dimana sebagian besar masyarakat khususnya kaum muda mulai menomorduakan nasionalisme karena lebih mengenal bangsa lain daripada bangsanya sendiri. Sekarang juga, ketika generasi tua berhenti berkisah, sudah saatnya memanfaatkan kemudahan yang ditawarkan era ini; menekan tombol “play”.

Maka demi sebuah perjalanan lintas waktu untuk tujuan tersebut, JakartaYuk berkunjung ke sebuah bangunan di Jl. Antara No. 59. Nama tempat itu adalah Museum dan Galeri Foto Jurnalistik ANTARA. Disinilah pertama kali gema proklamasi 17 Agustus ‘45 dipancarkan ke udara hingga terdengar oleh saudara sebangsa di pelosok nusantara hingga seluruh dunia, seperti isi sambutan yang tertulis di sisi depan bangunan ini.

DSC_0314

Bangunan ini terdiri dari dua lantai, yaitu Museum Jurnalistik ANTARA di lantai atas dan Galeri Foto Jurnalistik ANTARA di lantai bawah. Secara umum seluruh bangunan didominasi nuansa warna merah, yang menjadi ciri khas ANTARA. Semua koleksi jurnalistik ANTARA, terutama yang berhubungan dengan karya-karyanya selama masa kemerdekaan disimpan di museum lantai atas yang merupakan dua ruangan persegi digabung tanpa sekat, membentuk huruf L. Ada pula satu ruang kecil diatas tangga berbentuk kamar loteng yang berisi buku-buku.

IMG_3219

IMG_3182

Ditengah ruangan pertama, terdapat beberapa kursi mengelilingi meja kecil mirip ruang tamu dan diatasnya terdapat bola dunia berukuran cukup besar yang menggantung dekat dengan lampu.

IMG_3183

Apabila berjalan dari arah tangga di sebelah kiri terpampang cerita bergambar yang berbentuk panel empat kolom, yang mana masing-masing kolomnya berkisah mewakili suatu masa. Berjalan menuju jendela, masih di samping kiri, terdapat mural dinding yang menampilkan tokoh-tokoh bangsa dengan jargon-jargonnya yang abadi menggugah semangat. Lalu ada meja dan kursi di pojok ruangan yang menyerupai meja kerja seorang wartawan pada masa itu.

IMG_3202

IMG_3191     IMG_3194

IMG_3188

Sedangkan dari arah tangga di sebelah kanan dapat ditemukan pintu kaca menuju ruangan-ruangan yang tampaknya menjadi tempat kerja para wartawan ANTARA yang masih digunakan hingga saat ini. Lalu terdapat beberapa visualisasi yang berhubungan dengan sejarah ANTARA, dari replika miniatur gedung hingga daftar riwayat pemimpin kantor berita ini.

IMG_3178

IMG_3179

IMG_3180

Kemudian, ruangan paling ujung yang menjorok ke kanan, itulah tempat diabadikannya berbagai naskah berita dan foto-foto era kemerdekaan, dari masa proklamasi dan kegentingan tahun-tahun sesudahnya. Semua arsip ini memberi gambaran pentingnya peran pers pada masa itu.

IMG_3159

IMG_3187     IMG_3164

IMG_3169

Di tengah-tengah ruangan ini, ada meja unik yang penuh dengan semacam tempelan stiker tentang berbagai peristiwa yang terjadi di Indonesia, event-event, liputan khusus ANTARA, serta ditengahnya terdapat keterangan bahwa ini dibuat sebagai peringatan hari jadi ANTARA yang ke-20 tahun. Di dinding paling ujung, tampak sebuah sepeda motor kuno yang digantungkan menempel ke tembok.

IMG_3155

IMG_3176

Di museum ini juga terdapat berbagai alat-alat penulisan berita yang dulu digunakan oleh ANTARA, serta sistem informasi seperti fax dan radio. Apabila jenuh dengan suasana di dalam museum, bisa sejenak keluar ke balkon yang menawarkan pemandangan wilayah Pasar Baru.

IMG_3157

IMG_3170

IMG_3184

IMG_3181

IMG_3196

IMG_3156

Menuruni tangga, pengunjung disuguhi interior dinding yang berkisah tentang peresmian kantor berita ANTARA disertai slogan-slogannya.

IMG_3204

IMG_3215

IMG_3203

Lantai bawah digunakan sebagai ruang pamer foto-foto jurnalistik para wartawan yang mengusung konsep berbeda-beda setiap periode waktu tertentu. Bulan November lalu, pameran berjudul OJK (Otoritas Jasa Keuangan) berbeda dengan Desember ini yang mengusung judul SENTARUM (Perjalanan ke Tanah Leluhur). SENTARUM memamerkan foto-foto hasil karya jurnalistik dalam memberitakan kondisi alam Danau Sentarum yang berada di Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat,kearifan lokal serta budaya masyarakatnya, sebagai salah satu wilayah pedalaman nusantara.

IMG_3218

IMG_3233

IMG_3239

IMG_3242

Tepat di depan pintu masuk adalah pos penjaga yang sekaligus menjadi pusat informasi.

IMG_3223

Ada sebuah obyek yang cukup menarik dibelakang pos penjaga, yaitu patung seorang wartawan dengan posisi memotret kearah pintu masuk. Ukuran dan bentuk sangat mirip dengan manusia sungguhan. Beberapa kali kesini, JakartaYuk masih saja merasa kaget dengan keberadaan patung ini, terutama jika suasana sedang sepi.

IMG_3220

Ya, museum yang buka setiap hari kecuali hari Minggu dan hari libur nasional ini seringnya sepi walaupun tidak memberlakukan biaya masuk sepeserpun kepada pengunjung alias gratis. Padahal, banyak manfaat yang bisa didapatkan apabila berkunjung ke tempat yang merupakan gudang informasi berharga bangsa ini. Detail-detail peristiwa yang dirangkum, ditata dan disajikan dengan apik dan menarik serta modern dapat menambah wawasan dan meningkatkan kecintaan terhadap negeri Indonesia. Disinilah tempat yang paling cocok untuk napak tilas ke masa lalu mempelajari sejarah bangsa.

See you di post berikutnya, Enjoy Jakarta! 😉

 DSC_0312

Catatan;

Transportasi—————–
Koridor 3 (Kalideres-Pasar Baru) – Halte Pasar Baru

Tempat Transit;
-Harmoni Central Busway apabila dari arah koridor 2 (Pulo Gadung-Harmoni), arah koridor 8 (Lebak Bulus-Harmoni), dan arah koridor 1 (Blok M-Kota)
-Halte Grogol 1 ke Halte Grogol 2, apabila dari arah koridor 9 (Pluit-Pinang Ranti)

Dari halte Pasar Baru, cukup berjalan kaki menuruni jembatan penyeberangan ke arah kiri dan berjalan mengikuti denah berikut;

12

Taman Suropati, Saksi Sejarah dan Teman Belajar

Banyak orang, khususnya para pendatang, mungkin akrab dengan nama “Taman Suropati” namun seringkali tanpa mengetahui dimana keberadaannya. Walaupun berlokasi tidak jauh dari Monumen Nasional, tampaknya kepopuleran Monas tidak sampai ke tempat ini. Memang, Taman Suropati berukuran jauh lebih kecil, namun potensi yang dimiliki sebenarnya tidak kalah lho untuk menjadi pilihan escape sejenak dari hiruk-pikuk ibukota saat akhir pekan atau untuk sekedar menghabiskan senja.

1

Taman Suropati memiliki total luas 16.322 m2, berbentuk lingkaran serta dikelilingi pepohonan rindang dengan formasi dedaunan yang cukup rapat melebar sehingga sangat sejuk di siang hari. Saat malam, lampu-lampu dengan cahaya kuning yang berjejer mengapit jalan-jalan setapak menciptakan suasana teduh hangat. Ada banyak bangku panjang untuk tempat duduk para pengunjung, terdapat air mancur yang suara alirannya menenangkan, serta tentu saja aneka jajanan yang dijual oleh para pedagang makanan.  Oke, lalu apa bedanya dengan taman-taman kota yang lain?

2

Taman Suropati dan sekitarnya begitu spesial karena memang berada di wilayah antik, Menteng, yang kental dengan kisah sejarah. Berangkat dari statusnya sebagai taman kota pertama di Jakarta dengan nama awal “Burgemeester Bisschopplein” –terinspirasi dari nama walikota (burgemeester) pertama Batavia, GJ Bisschop- kini dinobatkan sebagai Taman Persahabatan Seniman ASEAN. Taman ini dianggap sebagai lokasi yang tepat, karena strategis serta cukup terawat dan aman, untuk peletakkan patung-patung hasil karya para seniman berbakat asal negara-negara ASEAN.

4 3

Terdapat patung-patung dari negara-negara ASEAN seperti Thailand, Malaysia, Singapore, Indonesia, Brunei Darussalam, dan Philippine dengan judul-judul yang berbeda namun berakar dari satu konsep yang sama yaitu; Persatuan. Patung-patung yang menjadi simbol kerjasama ASEAN dalam bidang kesenian dan budaya tersebut dibuat oleh para pematung asal negara masing-masing di workshop yang berada di Taman Ismail Marzuki, bahkan beberapa pematung langsung mengerjakan di Taman Suropati.

Pada beberapa tahun kedepan, semakin lama, nilai sejarah Taman Suropati dengan keberadaan patung-patung tersebut tentu akan semakin “antik”.

Selain sejarah, konsep ruang terbuka sebagai sarana belajar mengenal alam juga turut menambah keistimewaan Taman Suropati. Bisa ditemukan papan informasi tentang jumlah dan jenis tanaman vegetasi yang menjadi komposisi taman ini, yaitu mencapai 93 pohon pelindung. Sedangkan untuk pembelajaran fauna, terdapat cukup banyak merpati yang bersarang di rumah panggung dalam area taman.

5

Suasana taman ini memang sangat cocok untuk belajar ataupun refreshing. Buktinya, banyak komunitas ibukota yang memfavoritkan Taman Suropati sebagai tempat berkumpul, diantaranya adalah komunitas Taman Suropati Chambers yang terdiri dari sejumlah pemain biola dan gitar, juga komunitas fotografi yang sering hunting di taman ini.

See you di post berikutnya! Enjoy Jakarta 😉

Catatan ;

Transportasi ———-
Koridor 6 (Dukuh Atas 2 – Ragunan) – Halte Latuharhari
Tempat transit;
-Halte Dukuh Atas 2 apabila transit dari koridor 1 (Blok M – Kota) dan koridor 2 (Pulogadung – Dukuh Atas 2)
-Halte Kuningan Barat dan Kuningan Timur apabila transit dari koridor 9 (Pluit – Pinang Ranti)

Dari Halte Latuharhari, berjalan sekitar 10-15 menit sesuai denah berikut;

11

Keong Mas, Teater Kebanggaan Indonesia

Di era multimedia seperti sekarang ini, keberadaan teater atau bioskop cukup vital sebagai sarana masyarakat memperoleh informasi, pembelajaran dan hiburan melalui menonton film. Di Jakarta sendiri, terdapat cukup banyak bioskop dan teater dengan konsep yang beragam. Salah satunya, yang cukup unik, adalah teater Keong Mas di Taman Mini Indonesia Indah.

1

Dinamai Keong Mas karena bentuk bangunannya menyerupai keong. Selain itu, “Keong Mas” sendiri adalah judul cerita rakyat yang telah melegenda sebagai salah satu simbol budaya sekaligus kisah hiburan tradisional Indonesia.

2

Penggunaan simbol Keong Mas turut menegaskan tujuan didirikannya teater ini yaitu sebagai sarana rekreasi pendidikan dan untuk memperkenalkan kekayaan alam Indonesia dan budayanya melalui film-film yang ditampilkan. Primadona tontonan yang telah ada sejak pembukaan teater ini adalah seri “Indonesia Indah” yang terdiri dari 4 film.

5

Film-film lainnya yang juga berbasis pendidikan namun lebih beragam tentang sejarah bumi, biologi, antariksa, dan lain-lain, adalah To Fly, Speed, The Dream is Alive, Beavers, Blue Planet, The First Emperor of China, To the Limit, The Secret Life on Earth, Mexico, The Living Sea, Island Adventure, T-Rex; Back to the Cretaceous, Adrenaline Rush, Special Effects, Niagara, Forces of Nature, Grand Canyon, Mystic India, Dinosaurs Giants of Patagonia, Wild Ocean, Journey to Mecca, Africa the Serengeti, Arabia, Born to be Wild, dan Flying Monsters.

6 7

Film yang lebih populer seperti Harry Potter and the Prisoner of Azkaban, Spiderman 2, Madagaskar Escape 2 Africa, Star Trex, dan Transformer 2 juga dapat disaksikan di teater Keong Mas.

Dengan menawarkan sensasi menonton yang berbeda dan unik dengan segala peralatan canggih audio visualnya, teater Keong Mas memberlakukan harga tiket untuk seat kategori umum atau biasa adalah Rp30.000,-/orang  dan Rp50.000,-/orang untuk kategori VIP atau balcon.

3

Teater berkapasitas kurang lebih 1000 orang yang diresmikan pada 20 April 1984 ini menggunakan teknologi proyektor imax yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara terdepan dalam inovasi teater pada saat itu. Bahkan, teater imax Keong Mas sempat mewakili Indonesia menyabet rekor teater dengan layar terbesar di dunia dan dicatat di Guiness Book of Record serta memenangkan rekor MURI sebagai bangunan replika terbesar di Indonesia.

4

See you di post berikutnya, Enjoy Jakarta! 😉

Catatan;

Transportasi—————–
Koridor 9 (Pluit Pinang Ranti) – Halte Garuda Taman Mini

Transit;
-Halte Pluit dan Halte Penjaringan apabila dari arah koridor 12 (Pluit-Tj. Priok)
-Halte Grogol 1 ke Halte Grogol 2 apabila dari arah koridor 8 (Harmoni-Lebak Bulus)
-Halte Bendungan Hilir ke Halte Semanggi apabila dari arah koridor 1 (Blok M-Kota)
-Halte Kuningan Timur ke Halte Kuningan Barat apabila dari arah koridor 8 (Dukuh Atas-Ragunan)
-Halte BNN apabila dari arah koridor 7 (Kampung Melayu-Kampung Rambutan)
-Halte Cawang UKI apabila dari arah koridor 10 (Tj. Priok-PGC)

Nonton Film sekaligus Wisata Sejarah di Metropole XXI

Bagi penggemar nonton film di bioskop, juga buat para pecinta sejarah, satu lagi nih tempat yang wajib dikunjungi;
Bioskop Metropole XXI!

Kenapa para pecinta sejarah diajak main ke bioskop? Bukan berarti bioskop ini khusus memutar film-film heroik bersejarah ya, tapi, coba saja lihat dulu bentuk bangunan Metropole XXI dan area sekitarnya.

IMG_2938

Bioskop yang pernah berubah nama menjadi Bioskop Megaria ini berada di Komplek Megaria, Jl. Pegangsaan No. 21 Jakarta Pusat.

Dari informasi yang didapat dari beberapa sumber, JakartaYuk merangkum bahwa Metropolle yang dibangun dari tahun 1932 dan masih kokoh berdiri hingga kini ini merupakan bioskop stand alone terbesar dan tertua di Jakarta.

Konsep stand alone inilah yang membedakan Metropole XXI dengan bioskop-bioskop lain, yakni memiiki bangunan sendiri yang terpisah dan tidak merupakan bagian dari suatu mall. Selain itu, bioskop ini menjadi satu-satunya bangunan yang masih bertahan dengan fungsi utama juga bentuk aslinya karena termasuk cagar budaya yang dilindungi undang-undang sehingga tidak boleh diubah bentuknya.

Ternyata, nuansa ke-barat-baratan dan tempoe doeloe memang menjadi ciri khas area ini, Jalan Diponegoro dan Jalan Cikini Raya, Cikini. Disini banyak ditemui tempat-tempat bercirikhas “lama” dengan tahun berdiri berpuluh bahkan beratus tahun silam. Maka, tentu saja banyak kisah bersejarah disini.

IMG_2937

Sudah berkeliling, mari kembali ke bioskop Metropolle XXI! Karena dikhususkan untuk menonton, terdapat cukup banyak studio, yaitu dengan jumlah total 6 studio yang terdiri dari 4 studio di gedung utama dan 2 studio lagi di gedung yang terpisah di belakangnya, sering disebut Paviliun. Bangunan utama memiliki 4 pintu masuk, satu di depan, satu di belakang, dan dua di sisi kanan dan kiri lobby.

IMG_2947 IMG_2974

IMG_2965 IMG_2977

Di lobby, ada tempat penjualan tiket nonton. Harga tiket disini cukup terjangkau, yaitu Rp35.000,- untuk Senin s/d Kamis, Rp40.000,- untuk Jumat, dan Rp50.000,- untuk Sabtu Minggu dan hari libur lainnya.

IMG_2970

Kemudian, seperti bioskop pada umumnya, terdapat aneka jajanan yang cocok dijadikan teman nonton, seperti popcorn dan pepsi cola.

 IMG_2967 IMG_2969

Dari arah pintu masuk, terdapat lorong panjang di kiri dan kanan gedung utama. Lorong di bagian kanan mengarah ke studio 1-5, sedangkan lorong di kiri dekat dengan toilet, dan mengarah ke pintu belakang menuju paviliun. Masuk ke lorong-lorong ini, mata dimanjakan dengan aneka poster film berukuran besar yang bersandar di dinding-dinding lorong, menunggu untuk ditonton. Ada poster film yang sedang tayang (now watchin) dan juga poster film yang akan tayang (coming soon).

IMG_2954

IMG_2957  IMG_2961

IMG_2960  IMG_2962

IMG_2964

Di paviliun sedikit berbeda, biasanya terlihat lebih sepi, karena hanya ada dua studio yaitu studio 5 dan 6. Disini ada Cafe XXI yang langsung dikelola oleh XXI sendiri. Tersedia juga toilet sehingga pengunjung tidak harus ke bangunan utama apabila ingin ke toilet.

IMG_2981

IMG_2983 IMG_2984

IMG_2982

Dengan berbagai fasilitas dan keunikan, menonton di sebuah bioskop stand alone seperti Metropole XXI menawarkan pengalaman tersendiri. Suasana yang lebih tenang karena terpisah dari mall, dan desain khusus bioskop yang mengutamakan kenyamanan saat menonton tentu menjadi poin plus. Metropole XXI juga terkenal dengan banyaknya pilihan film untuk ditonton, baik film Indonesia maupun Hollywood. Bagi yang membawa kendaraan, tersedia parkiran di luar yang cukup luas untuk menampung banyak mobil ataupun motor.

IMG_2979

Karena kekhasannya, Metropole XXI sering digunakan untuk pertunjukkan film oleh institusi-institusi, contohnya IFY yang sedang menyelenggarakan Festival Film tahunan selama akhir pekan ini, dari 5-7 Desember 2014. Festival Film yang menayangkan film-film Prancis tersebut, terbuka untuk umum dengan HTM sebesar Rp30.000,-

IMG_2948

Untuk mengisi waktu menunggu jam tayang film, tersedia aneka tempat makan yang berada di dalam area Metropole. Ada Starbucks, Ayam Bakar dan Es Teler Megaria, Empek-empek Megaria, dan lain-lain.

IMG_2943

IMG_2944 IMG_2978

See you di post berikutnya, enjoy Jakarta!

Catatan;

Transportasi———–
Koridor 5 (Ancol – Kampung Melayu), Halte Matraman 1 (dari Harmoni naik arah PGC)
Transit;
-Halte Matraman 2 ke Matraman 1, apabila dari koridor 4 (Pulo Gadung – Dukuh Atas)
-Halte Jembatan Merah, apabila dari koridor 12 (Pluit – Tanjung Priok)
-Halte Senen ke Halte Senen Sentral, apabila dari koridor 2 (Harmoni – Pulo Gadung)
-Halte Kampung Melayu, apabila dari koridor 7 (Kampung Melayu – Kampung Rambutan) dan 11 (Pulo Gebang – Kampung Melayu)

Dari Halte Matraman 1, berjalan selama kurang lebih 20-25 menit sesuai peta dibawah ini;

111111

Monumen Proklamasi, Saksi Sejarah di Jl. Pegangsangan Timur No.56

Disinilah Dibatjakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada Tanggal 17 Agustus 1945 djam 10.00 pagi oleh Bung Karno dan Bung Hatta

IMG_2880

Itulah secarik tulisan yang selamanya menjadi halaman utama dalam sejarah bangsa  Indonesia. Tulisan yang diabadikan pada salah satu tugu di area Monumen Proklamasi tersebut, Tugu Petir, mempertegas keistimewaan tanah tempat monumen ini berada, Jl. Pegangsangan Timur No.56, Jakarta Pusat. Disini awalnya berdiri rumah Ir. Soekarno yang menjadi tempat bersejarah pembacaan teks proklamasi oleh para proklamator dan dimana pertama kalinya Indonesia mengibarkan bendera merah putih sebagai sebuah bangsa yang merdeka.

IMG_2837

Monumen Proklamasi yang  mengusung konsep museum tugu dan taman kota ini memiliki beberapa benda kesejarahan yang berada di sekitar lapangan tengah berbentuk pelataran keramik.

IMG_2841

Yang menjadi spot utama tentu saja adalah dua patung proklamator bangsa, Ir. Soekarno dan Dr. Moh. Hatta. Diantara kedua patung tersebut, terdapat lempengan batu bertulis naskah proklamasi dengan susunan sama seperti naskah asli, serta dibelakangnya ada  17 pilar yang berdiri berjajar melambangkan tanggal 17 Agustus, hari lahirnya Indonesia. Pembangunan area ini dimaksudkan semirip mungkin dengan keadaan pada saat itu, tujuannya untuk mengabadikan momen dokumentasi detik-detik kemerdekaan Indonesia.

IMG_2857

IMG_2889

IMG_2885

IMG_2887

IMG_2886

IMG_2890

Selain monumen utama, di areal seluas 4,4 ha ini ada pula dua tugu yang berada saling berseberangan, yaitu Tugu Petir dan Tugu Peringatan Satu Tahun Kemerdekaan Indonesia. Tugu Petir adalah yang paling tinggi dengan ujung bertonggak petir seperti lambang PLN.

IMG_2863

Sedangkan Tugu Peringatan Satu Tahun Kemerdekaan Indonesia yang dibangun pada tahun 1946 tidak terlalu tinggi, berbentuk obelisk.

IMG_2902

IMG_2901

Di sisi kanan dan kiri tepi lapangan, apabila dari arah pintu masuk, terdapat dua tugu batu berukuran kecil setinggi setengah pinggang orang dewasa, sehingga agak sulit tertangkap mata. Dua-duanya bertuliskan keterangan mengenai pembangunan tiga tugu besar tersebut.

IMG_2861

IMG_2900

Lapangan juga dikelilingi taman yang dilengkapi dengan bangku-bangku serta trek jogging. Banyak terdapat bunga-bunga sejenis mawar yang menghiasi sepanjang tepi lapangan. Masyarakat setempat memanfaatkan taman ini sebagai tempat untuk bersantai di sore hari, membaca, main bola dan lari sore, bertemu atau berbincang dengan teman, maupun menikmati jajanan yang berada di sekitar area monumen.

IMG_2855

IMG_2848

IMG_2830

IMG_2908

Selain kegiatan rekreasi, Monumen Proklamasi sebagai situs bersejarah juga digunakan untuk tempat acara peringatan HUT RI setiap tahunnya, tempat para demonstran menyuarakan pendapat, hingga acara-acara seperti pertandingan persahabatan Indonesia-Malaysia Juli lalu dalam Turnamen Sepakbola Nike #RISKEVERYTHING.

Meskipun selalu dikunjungi setiap hari, Monumen Proklamasi masih sering terlihat sepi. Padahal, sebagai tempat bersejarah awal mula berdirinya bangsa ini, seharusnya disini lebih terasa semangat kemerdekaannya, terlebih oleh kaum muda.Jadi, sebagai bagian dari bangsa tercinta Indonesia Raya, JakartaYuk mengajak kalian semua berkunjung ke Monumen Proklamasi dan mari sebarkan informasi ini ke orang-orang terdekat, bersama kembali menyemarakkan proklamasi!

IMG_2835

IMG_2839

IMG_2907

IMG_2898

See you di post berikutnya, enjoy Jakarta!

IMG_2824

Catatan;

Transportasi———–
Koridor 5 (Ancol – Kampung Melayu), Halte Matraman 1 (dari Harmoni naik arah PGC)
Transit;
-Halte Matraman 2 ke Matraman 1, apabila dari koridor 4 (Pulo Gadung – Dukuh Atas)
-Halte Jembatan Merah, apabila dari koridor 12 (Pluit – Tanjung Priok)
-Halte Senen ke Halte Senen Sentral, apabila dari koridor 2 (Harmoni – Pulo Gadung)
-Halte Kampung Melayu, apabila dari koridor 7 (Kampung Melayu – Kampung Rambutan) dan 11 (Pulo Gebang – Kampung Melayu)

Dari Halte Matraman 1, berjalan selama kurang lebih 15-20 menit sesuai peta dibawah ini;

 aa

Satu Hari Tiga Pulau, Untuk Melihat Sisi Lain Jakarta

Jangan mengira berkunjung ke Jakarta berarti melulu menyapa modernitas. Kota penuh kejutan ini juga menawarkan pengalaman jalan-jalan back to nature dengan pesona alam yang menakjubkan. Kepulauan Seribu, primadonanya.

IMG_2370

Dari 110 pulau yang menyusun gugusan Kepulauan Seribu, hanya 27 diantaranya yang dijadikan spot daya tarik wisata. Keduapuluhtujuh pulau tersebut pun tidak bisa dikunjungi semuanya dalam waktu seharian. Tidak perlu khawatir, sekarang ini banyak trip organizer yang menawarkan berbagai paket perjalanan ke pulau-pulau dengan variasi harga dan lama waktu yang beragam. Bahkan tersedia pula paket perjalanan sehari (one day trip) untuk mereka yang hanya libur di hari Minggu.

Berikut ini, cerita perjalanan salah seorang tim JakartaYuk, Dila, yang bergabung dengan open trip “Sehari Tiga Pulau” oleh sebuah trip organizer dari Jakarta pada Minggu, 26 November 2014, lalu.

DSC_0456

Tiga pulau tersebut antara lain; Pulau Kelor, Pulau Onrust, dan Pulau Cipir. Selain wisata bahari, pulau-pulau yang tergabung dalam Taman Arkeologi Onrust ini terkenal dengan wisata sejarahnya yaitu reruntuhan bangunan-bangunan peninggalan masa kolonial Belanda.

Bersama kurang lebih 40 orang yang tergabung dalam trip ini, saya dan seorang teman satu kampus, dari the London School of Public Relations –Jakarta, berkumpul di pelabuhan Muara Kamal (meeting point) sekitar pukul 08.00 WIB untuk memulai perjalanan ke pulau pertama, Pulau Kelor. Di ruang tunggu pelabuhan, banyak wisatawan lain yang juga ingin berkunjung ke tiga pulau tersebut, dengan trip yang berbeda-beda. Sehingga ada kelompok yang berangkat lebih pagi, bergiliran dengan kelompok-kelompok lain. Bagi yang belum sempat sarapan, di pelabuhan tersedia berbagai menu makanan dan minuman untuk disantap.

IMG_2249

Rombongan kami berangkat pukul 08.45 WIB dari pelabuhan Muara Kamal menggunakan perahu kayu yang berkapasitas 50 orang penumpang.

DSC_0467Selama menyeberang, di sisi kanan dan kiri kami disuguhi pemandangan laut dengan bambu-bambu yang ditanam dari dasar laut sebagai salah satu metode menangkap ikan oleh warga setempat. Kami berpapasan dengan para nelayan dan perahu-perahu ikannya. Selain nelayan yang mencari ikan, terlihat juga burung-burung pemangsa ikan yang terbang berseliweran di sekitar bambu-bambu tersebut.

DSC_0491Sekitar 30 menit perjalanan, dari kejauhan mulai tampak dua pulau kecil.

DSC_0497

Pukul 09.50 WIB, kami tiba di pulau Kelor!

DSC_0504

DSC_0507

DSC_0524

Hampir dua jam waktu yang diberikan untuk mengeksplor pulau Kelor, sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk sekedar berjalan santai mengelilingi pulau kecil ini dari ujung ke ujung, menikmati hamparan pasir putih dan deburan ombak yang lirih. Tapi berhubung pulau ini begitu kaya akan spot-spot menarik dan unik, yaitu di sekitar benteng Martelo (dibangun VOC untuk menghadapi serangan Portugis), waktu tersebut benar-benar digunakan detik demi detiknya untuk berfoto-foto ria.

DSC_0544

DSC_0557

DSC_0559

DSC_0612

DSC_0525

DSC_0642

DSC_0615

Pukul 12.05 WIB kami tiba di pulau berikutnya, Pulau Onrust!

DSC_0648

Pulau Onrust lebih luas dari Kelor, sehingga waktu yang diberi untuk eksplor pulau menjadi lebih lama, yaitu sekitar 3 jam. Selama kira-kira 45 menit pertama, berdua dengan teman saya, kami berhasil mengelilingi pulau dari satu titik dan kembali ke titik yang sama sambil menikmati pemandangan sekitar pulau yang banyak didatangi pemancing itu, bahkan beberapa kali beristirahat di ayunan pohon yang disediakan di beberapa tempat. Sangat menyegarkan, apalagi setelah berkeliling, kami mencoba es kelapa muda di salah satu warung yang ada.

IMG_2409

Objek-objek menarik lainnya di pulau ini; Menara Onrust, Tugu Batu, Museum Taman Arkeologi Onrust, dan bangunan-bangunan tua yang tersisa lantai dan dinding-dindingnya. Untuk informasi, terdapat tulisan-tulisan keterangan di sekitar tiap-tiap objek.

DSC_0650

DSC_0653

DSC_0657

DSC_0659

DSC_0663

DSC_0671

DSC_0678

DSC_0684

DSC_0703

DSC_0722

Kami sampai di pulau terakhir, pulau Cipir, pada pukul 15.30 WIB, dan diberi waktu satu jam untuk berkeliling!

DSC_0738

Pulau Cipir tidak jauh beda dari pulau Onrust. Jenis objek wisatanya hampir serupa, yaitu bangunan-bangunan tua bekas peninggalan zaman Belanda.Disini juga banyak orang memancing.

DSC_0739

DSC_0740

DSC_0743

DSC_0747

DSC_0750

DSC_0752

DSC_0756

DSC_0765

Yang unik di pulau ini ada pohon yang tumbuh sendirian di tengah jembatan batu. Pohon tersebut jika dilihat sekilas mirip landak ukuran raksasa.

DSC_0757

Tepat pukul 16.30 WIB kami berkumpul di perahu untuk kembali ke Jakarta. Perjalanan yang sama seperti saat berangkat. Namun ketika sore tidak saya jumpai lagi burung-burung pemangsa ikan yang tadinya berterbangan di sekitar bambu-bambu, melainkan beberapa nelayan tampak mengangkat jala dari bambu-bambu tersebut untuk melihat hasil tangkapan mereka.

Tidak terasa, dari pagi sampai sore di satu hari Minggu saja, tim JakartaYuk ini berlibur ke tiga pulau sekaligus, yang merupakan bagian dari Kepulauan Seribu. Masih ada 24 pulau lagi di gugusan Kepulauan Seribu yang menunggu untuk dieksplor, sebagai berikut;

  1. Pulau Pabelokan
  2. Pulau Bidadari
  3. Pulau Edam
  4. Pulau Rambut
  5. Pulau Ayer
  6. Pulau Puteri
  7. Pulau Matahari
  8. Pulau Sepa
  9. Pulau Pantara Barat dan Pantara Timur
  10. Pulau Bira Besar (Bira Island)
  11. Pulau Kotok
  12. Pulau Pelangi
  13. Pulau Papa Theo
  14. Pulau Laki
  15. Pulau Pamagaran
  16. Pulau Sabira
  17. Pulau Saktu dan Pulau Penike
  18. Pulau Harapan
  19. Pulau Macan
  20. Pulau Kelapa
  21. Pulau Untung Jawa
  22. Pulau Khayangan
  23. Pulau Pramuka
  24. Pulau Pari

Nah, gimana? Keliling Jakarta belum afdol, kan, kalau belum ke pulau-pulau di Kepulauan Seribu! Yuk jalan-jalan eksplor sisi lain Jakarta! 😉

IMG_2385

See you di post berikutnya. Enjoy Jakarta! ^^

Catatan;

Biaya ——————

Rata-rata biaya one day trip ke tiga pulau ini berkisar antara 50ribu – 125ribu per orang (termasuk transportasi pp Jakarta-Antar Pulau, HTM tiap-tiap pulau, dan makan siang).

Transportasi ———-
Koridor 3 Kalideres – Pasar Baru (Halte Rawabuaya)
Tempat transit;
-Harmoni Central Busway apabila dari Koridor 2 (Pulo Gadung-Harmoni), koridor 8 (Lebak Bulus-Harmoni), dan koridor 1 (Blok M-Kota).
-Halte Grogol 1 dan 2, apabila dari arah koridor 9 (Pluit-Pinang Ranti).

IMG_2448

Halte Rawabuaya dengan anak-anak tangganya yang sangat lebar! ;D

IMG_2444

Dari halte Rawabuaya, berjalan kaki menuruni jembatan penyeberangan ambil arah kiri menuju belokan ke arah Muara Kamal. Naik carry plat hitam ke Muara Kamal (ongkosnya Rp7.000,-). Jalan kaki menuju Muara Kamal.

IMG_2241

Masjid Cut Meutia, Masjid tanpa Kubah dan Menara di Pusat Jakarta

Orang yang baru pertama kali ke tempat ini tidak akan menyangka bahwa bangunan yang berdiri megah di depannya ternyata berfungsi sebagai masjid, jika saja tidak ada tulisan “Masjid Cut Meutia” yang terbentang melengkung di gerbang pintu masuk.

DSC_0109

Karena memang, bentuk bangunannya sama sekali tidak menyerupai bangunan masjid pada umumnya, tidak ada kubah ataupun menara. Kecuali lambang bulan dan bintang yang terdapat di paling puncak atap bangunan ini, yang mana sulit terlihat dari sisi-sisi tertentu.

DSC_0114

Bukan hanya bentuk bangunan yang “tidak wajar”, masjid yang berlokasi di Jl. Cut Meutia No.1 ini juga terkenal dengan “ketidakwajaran” lain, yaitu bangunan yang tidak menghadap ke arah kiblat sehingga posisi safnya miring, lalu mihrab (tempat imam berdiri ketika memimpin shalat) berada di kiri saf shalat, harusnya berada di depan.

800px-Cut-Mutiah2

119370_masjid-cut-mutiah_663_382

masjid-cut-meutia-6

Ternyata, dari sejarahnya, bangunan bergaya arsitektur Art Nouveau ini (tiap sisinya mempunyai dua atau tiga buah kaca jendela) memang bukan didirikan sebagai sebuah masjid, melainkan kantor biro arsitek Belanda NV De Bouwpleg, yang membangun wilayah Godangdia. Dari tujuan awalnya pun selanjutnya beberapa kali berganti fungsi sebelum menjadi masjid, yaitu sebagai;masjid-cut-meutia-1

  • Kantor Pos, lalu Kantor Jawatan Kereta Api Belanda
  • Kantor Kempetai Angkatan Laut Jepang (1942-1945)
  • Kantor Wali Kota Jakarta Pusat (1959-1960)
  • Kantor Urusan Perumahan hingga Kantor Urusan Agama (1964-1970)
  • Gedung Sekretariat MPRS

Setelah MPRS pindah ke Senayan, bangunan Masjid Cut Meutia diwakafkan kepada angkatan ’66 yang lalu digunakan sebagai tempat ibadah, awalnya diberi nama Yayasan Masjid Al-Jihad. Nama masjid “Cut Meutia” itu sendiri berasal dari nama jalan tempat bangunan ini berdiri.

Akhirnya pada 18DSC_0121 Agustus 1987, Gubernur Ali Sadikin dengan surat keputusan SK 5184/1987 meresmikan bangunan ini sebagai masjid tingkat provinsi, dan baru memiliki halaman parkir setelah pembagian lahan milik Dinas Pertamanan yang digagaskan oleh Wakil Gubernur DKI 1984-1987, Edi Marzuki Nalapraya.

DSC_0105

DSC_0106

Halaman masjid Cut Meutia sering digunakan untuk kegiatan religius oleh RICMA (Remaja Islam Masjid Cut Meutia), yang cukup aktif dalam berbagai aktivitas syiar Islam dan komunikasi pemuda muslim ibukota serta kegiatan-kegiatan kemanusiaan. Contoh-contoh kegiatan komunitas yang mempunyai akun resmi @RICMAupdate di Twitter ini antara lain pengajian rutin setiap selesai Maghrib, Ramadhan Jazz dan Gema Ramadhan yang diadakan tahunan di bulan puasa, memfasilitasi layanan Kurban menjelang Hari Raya Idul Adha, mengadakan event-event ceramah terbuka bagi seluruh masyarakat, Tabligh Akbar, dan masih banyak lagi.

311439_227721230609414_6443973_n

Meskipun sudah beberapa kali berganti fungsi, bangunan yang disebut-sebut sebagai gedung bertingkat pertama di daerah Menteng ini resmi dilindungi sebagai cagar budaya sejak tahun 1961, sehingga tidak dibenarkan untuk direnovasi pengubahan bentuknya.

DSC_0141

JakartaYuk mengutip yang dikatakan oleh Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan Pemprov DKI Jakarta dalam websitenya www.jakarta.go.id,
“Merupakan suatu contoh suatu pengalihfungsian yang sukses dan sebuah bangunan tua, peninggalan masa lalu yang merupakan sebuah warisan sejarah yang berharga.”

DSC_0125

Dengan mengetahui sejarah dan informasi mengenai masjid Cut Meutia sebagai salah satu cagar budaya Indonesia, kita semua sudah ikut berperan menjaga warisan sejarah bangsa. Semakin banyak yang tahu, semakin besar pula kekuatan bangsa ini untuk melindungi cagar-cagar budaya yang ada.

DSC_0104

Nah, jadi, ayo berkunjung ke masjid Cut Meutia, dan sebarkan kisah berharga ini!

 a1

a2

See you di post berikutnya. Enjoy Jakarta! ^^

Catatan;

Transportasi ———-
Koridor 1 Blok M – Kota (Halte Tosari)
Tempat transit;
-Halte Kota apabila transit dari koridor 12 (Pluit-Tanjung Priok)
-Harmoni Central Busway apabila dari Koridor 2 (Pulo Gadung-Harmoni), koridor 3 (Kalideres-Pasar Baru), dan koridor 8 (Lebak Bulus-Harmoni),
-Halte Bendungan Hilir apabila dari arah koridor 9 (Pluit-Pinang Ranti).
*keterangan lebih lengkap dapat dilihat di screencapture GOOGLE map di atas.