Melangkah semakin jauh dari titik awal ia berdiri, untuk bisa tetap tegak, bangsa ini harus lebih mampu menolak lupa terhadap peristiwa-peristiwa penting enam puluh sembilan tahun silam. Terutama ditengah arus globalisasi yang menjadi tren abad ke-21, dimana sebagian besar masyarakat khususnya kaum muda mulai menomorduakan nasionalisme karena lebih mengenal bangsa lain daripada bangsanya sendiri. Sekarang juga, ketika generasi tua berhenti berkisah, sudah saatnya memanfaatkan kemudahan yang ditawarkan era ini; menekan tombol “play”.
Maka demi sebuah perjalanan lintas waktu untuk tujuan tersebut, JakartaYuk berkunjung ke sebuah bangunan di Jl. Antara No. 59. Nama tempat itu adalah Museum dan Galeri Foto Jurnalistik ANTARA. Disinilah pertama kali gema proklamasi 17 Agustus ‘45 dipancarkan ke udara hingga terdengar oleh saudara sebangsa di pelosok nusantara hingga seluruh dunia, seperti isi sambutan yang tertulis di sisi depan bangunan ini.
Bangunan ini terdiri dari dua lantai, yaitu Museum Jurnalistik ANTARA di lantai atas dan Galeri Foto Jurnalistik ANTARA di lantai bawah. Secara umum seluruh bangunan didominasi nuansa warna merah, yang menjadi ciri khas ANTARA. Semua koleksi jurnalistik ANTARA, terutama yang berhubungan dengan karya-karyanya selama masa kemerdekaan disimpan di museum lantai atas yang merupakan dua ruangan persegi digabung tanpa sekat, membentuk huruf L. Ada pula satu ruang kecil diatas tangga berbentuk kamar loteng yang berisi buku-buku.
Ditengah ruangan pertama, terdapat beberapa kursi mengelilingi meja kecil mirip ruang tamu dan diatasnya terdapat bola dunia berukuran cukup besar yang menggantung dekat dengan lampu.
Apabila berjalan dari arah tangga di sebelah kiri terpampang cerita bergambar yang berbentuk panel empat kolom, yang mana masing-masing kolomnya berkisah mewakili suatu masa. Berjalan menuju jendela, masih di samping kiri, terdapat mural dinding yang menampilkan tokoh-tokoh bangsa dengan jargon-jargonnya yang abadi menggugah semangat. Lalu ada meja dan kursi di pojok ruangan yang menyerupai meja kerja seorang wartawan pada masa itu.
Sedangkan dari arah tangga di sebelah kanan dapat ditemukan pintu kaca menuju ruangan-ruangan yang tampaknya menjadi tempat kerja para wartawan ANTARA yang masih digunakan hingga saat ini. Lalu terdapat beberapa visualisasi yang berhubungan dengan sejarah ANTARA, dari replika miniatur gedung hingga daftar riwayat pemimpin kantor berita ini.
Kemudian, ruangan paling ujung yang menjorok ke kanan, itulah tempat diabadikannya berbagai naskah berita dan foto-foto era kemerdekaan, dari masa proklamasi dan kegentingan tahun-tahun sesudahnya. Semua arsip ini memberi gambaran pentingnya peran pers pada masa itu.
Di tengah-tengah ruangan ini, ada meja unik yang penuh dengan semacam tempelan stiker tentang berbagai peristiwa yang terjadi di Indonesia, event-event, liputan khusus ANTARA, serta ditengahnya terdapat keterangan bahwa ini dibuat sebagai peringatan hari jadi ANTARA yang ke-20 tahun. Di dinding paling ujung, tampak sebuah sepeda motor kuno yang digantungkan menempel ke tembok.
Di museum ini juga terdapat berbagai alat-alat penulisan berita yang dulu digunakan oleh ANTARA, serta sistem informasi seperti fax dan radio. Apabila jenuh dengan suasana di dalam museum, bisa sejenak keluar ke balkon yang menawarkan pemandangan wilayah Pasar Baru.
Menuruni tangga, pengunjung disuguhi interior dinding yang berkisah tentang peresmian kantor berita ANTARA disertai slogan-slogannya.
Lantai bawah digunakan sebagai ruang pamer foto-foto jurnalistik para wartawan yang mengusung konsep berbeda-beda setiap periode waktu tertentu. Bulan November lalu, pameran berjudul OJK (Otoritas Jasa Keuangan) berbeda dengan Desember ini yang mengusung judul SENTARUM (Perjalanan ke Tanah Leluhur). SENTARUM memamerkan foto-foto hasil karya jurnalistik dalam memberitakan kondisi alam Danau Sentarum yang berada di Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat,kearifan lokal serta budaya masyarakatnya, sebagai salah satu wilayah pedalaman nusantara.
Tepat di depan pintu masuk adalah pos penjaga yang sekaligus menjadi pusat informasi.
Ada sebuah obyek yang cukup menarik dibelakang pos penjaga, yaitu patung seorang wartawan dengan posisi memotret kearah pintu masuk. Ukuran dan bentuk sangat mirip dengan manusia sungguhan. Beberapa kali kesini, JakartaYuk masih saja merasa kaget dengan keberadaan patung ini, terutama jika suasana sedang sepi.
Ya, museum yang buka setiap hari kecuali hari Minggu dan hari libur nasional ini seringnya sepi walaupun tidak memberlakukan biaya masuk sepeserpun kepada pengunjung alias gratis. Padahal, banyak manfaat yang bisa didapatkan apabila berkunjung ke tempat yang merupakan gudang informasi berharga bangsa ini. Detail-detail peristiwa yang dirangkum, ditata dan disajikan dengan apik dan menarik serta modern dapat menambah wawasan dan meningkatkan kecintaan terhadap negeri Indonesia. Disinilah tempat yang paling cocok untuk napak tilas ke masa lalu mempelajari sejarah bangsa.
See you di post berikutnya, Enjoy Jakarta! 😉
Catatan;
Transportasi—————–
Koridor 3 (Kalideres-Pasar Baru) – Halte Pasar Baru
Tempat Transit;
-Harmoni Central Busway apabila dari arah koridor 2 (Pulo Gadung-Harmoni), arah koridor 8 (Lebak Bulus-Harmoni), dan arah koridor 1 (Blok M-Kota)
-Halte Grogol 1 ke Halte Grogol 2, apabila dari arah koridor 9 (Pluit-Pinang Ranti)
Dari halte Pasar Baru, cukup berjalan kaki menuruni jembatan penyeberangan ke arah kiri dan berjalan mengikuti denah berikut;